Friday, November 6, 2009

Another Reflection on My New Life

28 Agustus 2009
Sebuah refleksi
Ketika di Los Angeles, hari begitu special dengan dihabiskan mengenang dan merindui Ibu. Lagu Satu Rindunya Opick menyayat sekali hingga berderai-derailah bulir rinduku walau tak sederas hujan di luar. Ketika akan kembali ke Indonesia, aku sadar sepenuhnya bahwa aku mesti terbangun dari semua mimpi indahku. Indonesia adalah ibarat medan perjuangan. Kembali ke Indonesia artinya bekerja keras untuk penghidupan. Kembali ke Indonesia artinya harus berjibaku dengan semua keterbatasan. Tapi, rindu semakin membuncah ketika hari kepulangan semakin dekat. Bahkan, bergantian tiap malam mimpiku diwarnai pertemuan dengan anggota keluargaku. Setelah sampai ke Indonesia, ternyata Indonesia lebih keras dibandingkan imaginasiku dulu. Searah dengan pertambahan usiaku, hidup juga semakin kompleks dengan berbagai hal yang mesti dipikirkan, terutama mengenai jodoh dan pekerjaan. Benar sekali tenaga manusia dihargai begitu rendah disini. Mengajar selama dua jam dihargai 17 ribu rupiah, yang kalau dihitung dengan dolar menggunakan kurs 10 ribu/dolar. Demikian, yang kudapat dari dua jam mengajar di kelas dengan dua belas murid umur 9-11 tahun yang sangat sulit untuk berkonsentrasi hanyalah 1,7 dolar. Terlepas dari semua itu, ada kemewahan yang hanya bisa kurasakan di Indonesia, yang bahkan Amerika Serikat yang congkak itu pun tak dapat memberikannya, kemewahan yang hanya dapat kusadari setelah kembalinya aku ke Indonesia, menggandeng tangan Ibuku di hari berhujan. It might sounds ridiculous, tapi inilah kemewahan yang tak ‘kan bisa Amerika berikan. Ketika di Los Angeles aku hanya bisa menikmati hujan sambil mengenang Ibuku, di Indonesia, tepat sebulan kepulanganku ke Indonesia, kurasakan sensasi yang luar biasa saat kami berjalan pulang sambil bergandengan tangan di tengah rintik hujan. Ya, menggenggam tangan orang tercinta, yang dulunya hanya bisa kukenang saja dengan linangan air mata di hari berhujan yang jarang sekali di Los Angeles, terasa sebagai kemewahan tiada tara. Selain itu, aku yang berasal dari keluarga yang kaku. Keluargaku menganggap cinta tak perlu diungkapkan, cinta itu dibuktikan dengan perbuatan. Demikian, mengatakan cinta dan sayang jadi terasa tabu. Sangat kurasakan ketika di Amerika bahwa jarak justru mendesakku tak hanya sekedar belajar dengan keras untuk membuktikan cintaku pada orang tuaku, tapi mengajariku untuk mengungkapkan cintaku pada mereka, orang-orang tercinta yang selalu jadi pahlawanku dan sumber inspirasi bagiku.

1 comment:

  1. haloo, im a senior high student. I saw ur story in hotcourse lastnight. Id like to ask you some question about US schoolarships. can i have ur email?

    ReplyDelete